NYALA ratusan oncor membelah gelap Bedingin. Ribuan warga desa di tenggara Ponorogo itu berjalan menyusuri pedukuhan yang ada. Satu tumpeng raksasa berisi hasil bumi diarak mengelilingi lingkungannya.
Di belakangnya, para warga mengusung berbagai makanan berbungkus daun pisang dan gedebog. Lalu rentetan doa dipanjatkan. Pitutur Jawa dalam balutan tembang macapat dilantunkan. Hening. Warga khusyuk mendengar satu demi satu petuah para nabi dan tetua dalam Kitab Ambyo yang dibaca sang pengujub.
Ya, pada Kamis (25/7/2019) malam, ribuan warga dari berbagai daerah berbondong- bondong menjadi saksi ritual ‘Kenduri Bungah’ yang diselenggarakan di Desa Bedingin, tepatnya di Dukuh Tambahrejo, Kecamatan Sambit, Ponorogo, Jawa Timur. Sejumlah warga asing pun tampak turut menyaksikan ritual kesyukuran warga tersebut.
Usai doa dan dilanjutkan makan Bersama, buceng hasil bumi pun dipurak atau diperebutkan oleh para warga.
“Keberadaan buceng atau tumpeng, berbagai makanan dan kenduri yang kita sebut Kenduri Bungah ini adalah cara dari kami untuk bisa hidup secara nglenggono, menerima. Menerima apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita semua,” ungkap Kepala Desa Bedingin Marjuki di sela kegiatan.

Yang tidak pernah terlewatkan dalam rital in adalah pembacaan solawat ambyo. Saat solawat ini dibacakan, sejumlah penari nasional dan internasional, tampak menuruni tebing bukit Lemah Gemplah di timur panggung utama sambal melakukan gerakan-gerakan tari.
Usai purak atau rebutan isi buceng hasil bumi, sejumlah penampilan senipun dilaksanakan. Mulai dari tarian jathil sepuh, tari kreasi baru oleh siswa SMAN 2 Ponorogo hingga wayang pethil.
Marjuki menyatakan, bungah atau kegembiraan ini adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap warga Bedingin secara khusus dan Kecamatan Sambit dan Ponorogo secara umum sebab telah mendapatkan hasil bumi. Besar atau kecil, semuanya harus diterima dengan gembira.
Diterangnya, ritual tersebut melibatkan seluruh lapisan masyarakat Desa Bedingin. Mulai dari anak-anak, para pemuda, orang tua, hingga pejabat desa dan Forpimka pun juga turut menjadi peserta ritual.

Marjuki juga menjelaskan, yang ditonjolkan dari kegiatan Kenduri Bungah adalah pada aspek ‘Seni dan Budayanya’. Keterlibatan generasi muda dimaksudkan agar budaya yang dimiliki bisa terus terjaga, terpelihara dan lestari.
“Yang pada malam ini terselenggara adalah yang ketujuh kalinya. Kebetulan kali ini lebih spesial karena kita berkolaborasi dengan teman-teman dari Jakarta yaitu Elly D. Luthan, salah satu penata tari ternama di Indonesia, beserta dengan rekan- rekannya,” terang Marjuki.
“Kami menggelar acara ini degan dana swadaya. Selain itu, ada juga bantuan subsidi dari para kepala desa se-wilayah Kecamatan Sambit,” tuturnya.
Selain para anggota Forpimka, acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ponorogo, Lilik Slamet Raharjo. Ia sangat mengapresiasi dan juga memberikan dukungan.
Marjuki berharap, kegiatan ini akan terus berkembang dan menjadi tujuan wisata yang aman dan menyenangkan. Rangkaian acara Kenduri Bungah sendiri sudah berlangsung selama empat hari sejak Senin (22/7/2019). Kenduri Bungah di Desa Bedingin akan dipungkasi dengan sajian tari dan musik Pawonku Pawonmu pada
Jumat (26/7/2019). (kominfo/dist/ris)