GEBYAK reyog obyog tanggal 11 setiap bulan yang digelar Minggu (11/8/2019) kali ini tetap mendapat respons yang positif dari warga Ponorogo. Meski dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha, masyarakat dan seniman reyog tetap antusias menyaksikan dan menggelar gebyak reyog obyog ini.
Hal ini terlihat dari pantauan ponorogo.go.id di sejumlah wilayah. Di Desa Bajang, Kecamatan Mlarak, misalnya. Para pelaku seni reyog di wilayah tersebut sudah terlihat bersiap-siap menggebyag reyog sejak pukul 14.00 WIB. Namun pagelaran tarian khas Ponorogo ini baru dilaksanakan sekitar pukul 15.30 WIB.

“Kita menunggu penggamel, pemain dan warga yang kebanyakan masih sibuk dengan penyembelihan sampai distribusi hewan kurban. Tapi warga tetap antusias kok. Apalagi, di sini semua pemain reyog adalah warga sini sendiri. Kami ini punya grup yang sudah cukup matang sejak 2013-an,” ungkap Kepala Desa Bajang, Sri Nuryati di sela persiapan.
Bulan ini, Desa Bajang bakal dua kali menggebyak reyog obyog. Gebyak kedua akan digelar pada 13 Agustus mendatang. Ini karena warga terlanjur sepakat menggebyag reyog di tanggal tersebut sementara program tidak berubah tanggal. “Tidak masalah, sebab nanti di tanggal 13 banyak kegiatan yang kami gelar untuk menyambut 17-an. Ada gajah-gajahan juga dan juga musik dangdut,” imbuh Sri.

Hal yang sama terjadi di desa Gandu, Mlarak. Sejumlah remaja tampak mempersiapkan dhadhak merak di depan kantor desa. Mereka juga mencoba-coba memakai dhadhak merak tersebut meski gamelan belum dibunyikan.
Di Desa Gontor, reyogan dimulai setelah pelaksanaan solat Asar. Tetabuhan mulai menggema dan warga pun berdatangan. Menurut Kades Gontor, Agung Prihandoko, warga Desa Gontor tampak antusias menanggapi gelaran reyog kali ini.
“Ini bisa dimaklumi, sudah sekitar 25 tahun kami tidak menggelar reyog. Perangkat dan dhadhak merak kami rusak. Setelah ada himbauan dari Bupati, baru kami menggelar lagi. Warga sangat support dan siap untuk melestarikan reyog. Tinggal mengalokasikan dana dari desa saja untuk memenuhi kekurangan,” ujarnya.



Sementara itu di Desa Jabung, reyog obyog dilakukan dengan arak-arakan dari lokasi latihan menuju balai desa setempat. Kebanyakan pemain adalah para pemuda dan remaja. Beberapa kali terlihat pembarong harus dibantu untuk berdiri.
“Masih latihan. Belum lihai mainnya. Tapi nggak apa-apa. Ini juga buat latihan. Sebenarnya setiap bulan purnama kami sudah pentas reyog. Ada dua grup, ya bergantian. Seni lain seperti gajah-gajahan, unta-untaan, jaranan thik, semua bergantian tampil di pendopo setiap malam bulan purnama,” ujar Kades Jabung Budi Ratno.
Camat Mlarak, Ismail menambahkan, dari laporan sementara, hampir seluruh desa di wilayahnya menggebyag reyog pada 11 Agustus ini. Mereka tetap melaksanakan program yang telah menjadi komitmen dalam pelestarian kesenian reyog.
“Tidak ada perubahan meski berbarengan dengan Idul Adha. Warga maupun personel reyog tetap antusias. Tidak terlalu berbeda dengan bulan lalu. Dan kita bangga dengan hal itu,” ujarnya.
Bambang, warga Desa Jabung mengaku tidak ada masalah dengan pergelaran reyog obyog meski berbarengan dengan Idul Adha. Menurutnya, warga malah senang karena hiburan setelah sibuk dengan penyembelihan hewan kurban. “Ya senang saja. Jadi hiburan,” tuturnya sambil menggandeng anak dan istrinya keluar dari arena obyog yang selesai menggebyak reyog.
Di grup media sosial warga Ponorogo banyak warga yang mengabarkan soal gebyak reyog di wilayahnya masing-masing. Mereka memamerkan aksi para jathil hingga pembarong yang sedang menghibur warga. Baik dalam bentuk foto maupun video. (kominfo/dist)