PENGONTROLAN muatan alias tonase truk-truk pengangkut hasil tambang dengan cara penurunan paksa muatan berlebih akan kembali diaktifkan. Cara ini dinilai efektif untuk merazia tonase truk-truk yang hilir mudik dari area tambang galian C melalui jalan-jalan di Ponorogo.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Ponorogo Djunaedi, sejauh ini razia dengan sanksi langsung berupa penurunan muatan yang berlebihan adalah yang paling efektif dalam membatas tonase truk tambang.
“Kita selalu mencari cara agar ketika kita berikan tindakan itu maka bisa tertib dan tidak kembali mengulangi melakukan pengangkutan muatan yang berlebih,” ungkap Djunaedi di kantornya, Selasa (13/8/2019).
Dikatakannya, untuk mendukung operasi ini, pihaknya sudah mendapat tambahan anggaran operasional sebesar Rp 24 juta. Anggaran ini untuk melaksanakan operasi hingga akhir tahun nanti. “Soal kapan waktu operasi dan di mana titiknya, itu masih kita kaji dan akan kita tentukan nanti menjelang hari H,” ujarnya.

Dikatakannya, sebenarnya sejak beberapa tahun terakhir pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan berseliwerannya truk-truk dengan tonase besar di jalanan sekitar tambang galian C di Ponorogo. Namun kebanyakan upaya ini tidak cukup efektif. Truk-truk bermuatan besar tetap melintas dan jalan kembali rusak. Keluhan warga pun terdengar kembali.
“Persoalan pertama adalah kita punya banyak titik tambang. Paling tidak ada di tiga kecamatan, yaitu di Kecamatan Jenangan, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Sampung. Di setiap kecamatan itu, truk yang mengangkut hasil tambang mencapai 100 sampai 150 unit tiap harinya. Dengan jumlah ini, tiap hari terdapat setidaknya 300 sampai 400 unit truk bermuatan yang melintas,” kata Djunaedi.
Penindakan bersama pihak kepolisian dan pemberian bukti pelanggaran alias tilang sempat menjadi langkah yang dipilihnya. Tapi ternyata adanya alat komunikasi berupa ponsel membuat operasi tidak efektif. Ketika satu atau dua truk diperiksa, ditindak, maka unit yang lain akan langsung berhenti beroperasi pada saat itu juga karena diberitahu oleh pengemudi yang tertangkap operasi.
Langkah lainnya adalah berupaya membuat kesepakatan antarpihak. Ada camat, pemilik tambang, kepolisian, kepala desa dan para pengemudi. MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman sudah ditandatangani.
“Di situ sepakat untuk saling mengendalikan. Tapi satu dua bulan saja efektifnya. Bulan ketiga sudah kembali lagi (truk kelebihan muatan lewat lagi),” tuturnya.
Kali ini, operasi razia penurunan muatan direncanakan selama beberapa bulan secara berurutan. Harapannya akan efektif menekan ‘kenakalan’ para pengemudi truk. Djunaedi juga berharap para pengguna jalan bisa memperhatikan muatannya ketika akan melintas. Kesadaran menjadi hal yang paling penting untuk dimiliki oleh para pengemudi truk tambang tersebut.
“Kalau memang batas kekuatan jalan adalah 8 ton, maka jangan memuat 10 atau 11 ton lah. Itu himbauan kami. Semua yang punya kepentingan dengan jalan harus punya kesadaran. Termasuk lingkungan yang dilewati truk-truk itu,” pungkasnya. (kominfo/dist)