MEMBACA dan menulis tetap menjadi aktifitas yang penting untuk membuka wawasan dan memajukan bangsa. Teknologi yang ada tidak harus menggeser budaya baca dan tulis yang ada. Namun, justru harus diubah menjadi kekuatan untuk meningkatan pengetahuan yang ada.
Hal ini terungkap dalam seminar Literasi Ponorogo bertema Kondang Karyane Maju Budayane! Yang digelar Senin (28/10/2019) di Gedung Sasana Praja. Empat pembicara yang dihadirkan seolah sepakat menjadikan literasi sebagai alat untuk memajukan bangsa Indonesia. Dalam kacamata mereka, budaya baca dan tulis memegang peran penting bagi kehidupan mereka dan kehidupan masyarakat.
Seperti yang diungkapkan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni yang menjadi pemateri seminar. Menurutnya, literasi penting sebab akan membuka wawasan. Oleh karena itu, Pemkab Ponorogo sangat mendukung gerakan literasi di Ponorogo.

“Kita pernah mengawali gerakan literasi ini dengan lomba menulis surat untuk bupati di 2017 lalu. Ternyata respons anak-anak Ponorogo luar biasa. Dari isinya saya bisa melihat bahwa mereka sudah mampu mengungkapkan apa yang mereka butuhkan dalam kehidupannya. Seperti kebutuhan jalan agar mereka bisa bersepeda dengan baik ke sekolah,” ungkapnya.
Menurutnya, budaya literasi harus dibiasakan sejak kecil. “Dengan begitu, bukan mustahil akan lahir generasi emas untuk bangsa ini,” ujar Bupati Ipong.
Dari sisi kebijakan, lanjut Bupati Ipong, Pemkab Ponorogo juga sangat mendukung gerakan literasi. Disebutkannya, sudah ada rencana untuk menjadikan beberapa taman di Ponorogo sebagai taman bacaan alias taman yang nyaman untuk membaca. Ada pula rencana Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang akan membentuk perpustakaan berbasis masyarakat.
“Nantinya di perpustakaan yang dibentuk tidak hanya untuk meminjam buku. Namun, juga untuk mendorong masyarakat untuk mencintai bacaan,” tutur orang nomor satu di Ponorogo ini.
Tantangan gerakan literasi di Ponorogo, lanjut Bupati Ipong, adalah rendahnya kesadaran masyarakat yang telanjur terbiasa melihat atau mendengar melalui televisi. “Padahal seharusnya motivasi untuk gerakan literasi adalah dari rumah. Rumahlah, keluargalah, yang harus menjadi menjadi motivator dalam berliterasi,” ungkap Bupati Ipong.
Pemateri lain, CEO Garuda Tauberes, Gisneo Pratala Putra, mengungkapkan, pencapaiannya saat ini tidak lepas dari budaya literasi yang dialaminya sejak kecil. Yaitu saat ia berubah dari ‘Neo’ kecil yang hiperaktif menjadi sosok yang suka membaca. “Bahkan akhirnya saya saat ini setiap pagi minimal membaca 10 artikel sebagai pembuka aktifitas,” ungkap VP termuda di Garuda Indonesia ini.
Sedangkan CEO Bukasuara Nurina Sharfina menyatakan, kehadiran teknologi memang disruptif atau menggeser teknologi yang sebelumnya. Namun hal ini harus bisa diubah menjadi hal yang positif. Salah satunya adalah kehadiran internet yang memungkinkan manusia membaca dan menulis tanpa batas. (kominfo/dist)