PERATURAN Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ponorogo ditargetkan terbit pada tahun 2020 ini. Masukan dan pembahasan dengan berbagai pihak terus dilakukan agar selaras dengan berbagai ketentuan dan kebutuhan masyarakat.
Salah satunya dengan digelarnya Konsultasi Publik Raperda Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo Tahun 2012-2032 yang dilaksanakan di aula gedung Bappeda-Litbang Kabupaten Ponorogo, Rabu (9/9/2020).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Ponorogo Jamus Kunto Purnomo, usai membuka kegiatan menyatakan, konsultasi publik yang digelar adalah rangkaian tahapan dalam merevisi rencana tata ruang di Kabupaten Ponorogo. Raperda yang dikonsultasikan tersebut sudah dimulai pembahasannya sejak 2012 lalu.
“Namun pada perjalanannya ada dinamika yang menuntut berbagai perubahan. Misalnya UU Otomoni Daerah yang berubah maka perda kita (yang masih berupa rancangan) juga harus menyesuaikan dengan aturan diatasnya. Ini hubungannya dengan wewenang atas penanganan sebuah wilayah,” kata Jamus.

Kebutuhan masyarakat juga terus mengalami perubahan. Sebab, ternyata perubahan kebutuhan masyarakat berubah dengan sangat cepat. Karenanya, hal tersebut juga diakomodasi dan ada penyesuaian dalam raperdanya nanti.
“Di situlah kita tidak bisa berdiri sendiri. Ada Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang), BIG (Badan Informasi Geospasial), Pemprov karena kita bagian dari Provinsi Jawa Timur, dan semua pihak. Maka sesuai urutan (pembentukan perda RTRW) maka kita harus menerima masukan dan peran serta dari masayarakat,” terang Jamus.

Jamus mengatakan, pihaknya menargetkan agar bakal raperda ini bisa segera menjadi raperda untuk dibahas di DPRD Ponorogo. Dikatakannya, pihak DPRD Ponorogo mengaku sudah siap untuk membahas raperda RTRW secara maraton sehingga bisa terbit tahun 2020 ini.
“DPRD sudah komitmen. Itu bekal kita untuk lebih berpacu melaksanakan tahap demi tahap penyusunan raperda RTRW Ponorogo,” ujarnya sambil mengatakan, pembahasan yang cukup lama memang sempat terjadi di level pusat, yaitu dengan Kementerian ATR dan BIG.
Pada sesi interaktif, sejumlah anggota masyarakat, akademisi dan birokrat memberikan masukan. Mulai dari status kawasan, penyebutan kawasan, koreksi ejaan hingga usulan-usulan. Seperti status lahan pertanian di sekitar Desa Pintu, Jenangan, yang kini menjadi kawasan pendidikan, kawasan cagar budaya di sejumlah kecamatan dan berbagai hal lainnya. Termasuk adanya rencana reaktifitasi rel kereta api Madiun-Slahung yang sejauh ini masih dalam pembahasan. (kominfo/dist)