PIHAK pemerintah desa diminta memberi perhatian lebih terkait pelaksanaan pencoblosan yang dibagi menjadi lima waktu pelaksanaan atau giliran pada pilkada serentak kali ini. Ini agar ketentuan baru tersebut bisa berjalan sesuai harapan.
Hal ini diungkapkan Pelaskana Tugas (Plt) Bupati Ponorogo Soedjarno usai mengikuti Rakor Analisa Evaluasi Pelaksanaan Tahapan Pilkada Serentak 2020 Bersama Kemenpolhukam secara virtual di Pusdalops Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Ponorogo, Senin (23/11/2020). Menurutnya, pemerintah desa memiliki peran yang sama pentingnya dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk mensosialisasikan aturan baru dalam melakukan pencoblosan ini.

“Saya kira selain KPPS, (pemerintah) desa bisa memberikan perhatian lebih pada jadwal yang diatur oleh KPU pusat ini. Segera akan kita koordinasikan dengan para kades untuk bisa memberitahukan jadwal ini kepada warganya. Sebab tidak gampang untuk menentukan kapan warganya harus datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) sesuai waktu yang telah dibagi oleh KPPS,” tutur Plt Bupati Soedjarno.
Dalam rakor tersebut diketahui, jadwal saat hari pencoblosan dibagi menjadi lima giliran. Waktu pencoblosan pada 9 Desember 2020 mendatang adalah dari pukul 07.00 sampai pukul 13.00. KPU membaginya menjadi lima giliran agar tidak terjadi penumpukan warga. Pertimbangannya adalah untuk menghindari kerumunan sebagia upaya menekan penyebaran covid-19 pada tahapan pilkada serentak kali ini.

Ketua KPU Daerah Ponorogo Munajat menambahkan, soal pembagian jadwal mencoblos ini sudah disosialisasikan kepada KPPS di masing-masing desa. Meski begitu pihaknya akan terus melakukan evaluasi agar hal ini benar-benar bisa terlaksana sesuai ketentuan. Apalagi langkah ini penting bagi upaya menekan penularan covid-19.
“Memang ada kesulitan tersendiri saat meminta warga agar datang tidak pada satu waktu. Namun, kami mencoba agar para KPPS bisa lebih jeli agar bisa membagi giliran sesuai kepentingan warganya,” ujar Munajat.
Pembagian giliran ini bisa disesuaikan dengan aktifitas masing-masing warga sehari-hari. Bisa didasarkan pada profesi, wilayah atau hal-hal lain yang ada di desa-desa atau sekitar TPS. “Kita sudah simulasikan hal ini dan harapannya tidak ada overload atau kebanyakan (menumpuk) dan akhirnya menjadi kerumunan pada saat coblosan nanti,” pungkas Munajat. (kominfo/dist)