Salah Kamar Masuk UNESCO, Daftarkan Saja Jamu ke WHO

RAMBUT sama hitam, hati masing-masing. Sah-sah saja jika Wakil Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Ponorogo Nasruhan Arifianto berpendapat bahwa jamu salah kamar mendaftar ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

‘’Jamu itu seharusnya  didaftarkan ke WHO (World Health Organization),’’ kata Nasruhan Arifianto, Kamis (14/4/2022).

Alumnus Universitas Airlangga Surabaya itu menilai, antara reog dan jamu tidak semestinya bersaing untuk masuk daftar warisan budaya tak benda atau intangible cultural heritage (ICH) ke UNESCO. Reog masuk ranah seni dan budaya, sedangkan jamu termasuk urusan kesehatan.

‘’Dua tema yang berbeda jauh,’’ tegasnya.

Nasruhan Arifianto : Wakil Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Ponorogo sekaligus Dosen Pengampu di Akademi Farmasi (Akafarma) Sunan Giri Ponorogo.

Dia menyarankan jamu didaftarkan ke WHO lantaran sebagian besar minuman tradisional ini belum teruji klinis. Langkah maju jika ada upaya  mengilmiahkan jamu menjadi obat herbal berstandar internasional.

Dosen di Akademi Farmasi (Akafarma) Sunan Giri Ponorogo itu mencontohkan sejumlah obat herbal impor masuk ke Indonesia bersamaan pandemi Covid-19 dua tahun terakhir.

‘’Datang dari berbagai negara, bebas dijualbelikan karena sudah berstandar internasional dari WHO,’’ paparnya.

Menurut Nasruhan Arifianto, khasiat jamu hanya berdasarkan data empiris. Tanpa melalui uji praklinik dan klinik. Tak urung, takaran bahan jamu untuk dapat mengobati suatu penyakit masih harus melalui tahapan panjang.

‘’Kalau sudah ada uji praklinik berarti termasuk obat herbal berstandar. Sedangkan yang sudah melalui uji klinik dapat dipakai pengobatan penyakit tertentu,’’ jelasnya. (kominfo/win/hw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*