BERADA di kancah politik yang amat maskulin, tak lantas membuat keberanian Wakil Bupati Ponorogo Lisdyarita surut. Sebaliknya, Bunda Rita –sapaan Lisdyarita—berketetapan sekarang saatnya perempuan menjawab transformasi zaman. Sosok seorang perempuan sebagai istri bagi suami, ibu bagi anak-anak, dan anggota masyarakat yang peduli urusan publik atau politik.
SEDARI awal, Bunda Rita sudah memiliki komitmen dengan suami dan anak-anaknya. Bahwa sebagian besar waktu dan tenaga Bunda Rita diniatkan untuk diwakafkan bagi masyarakat Ponorogo. Namun, istri Cholik Agus Dyanto itu tetap berupaya menjalin komunikasi apik dengan suami dan dua anaknya.
‘’Setiap hari saya upayakan berkomunikasi dan meluangkan waktu untuk bercengkrama. Baik sebelum berangkat kerja, pulang kerja, atau di sela-sela kesibukan dengan mengoptimalkan jaringan telepon seluler,’’ kata Bunda Rita.
Wakil bupati yang memenangi Pilkada Ponorogo 2020 berpasangan dengan Bupati Sugiri Sancoko, itu merasa bersyukur lantaran keluarganya memahami dan mendukung penuh aktivitasnya selaku kepala daerah. Sebuah konsekuensi dan amanah yang mesti dijalankan dan dipenuhi.
‘’Karena sudah menjadi pilihan,’’ ungkapnya.
Karir Bunda Rita di dunia politik penuh liuk-liku. Namun, disadarinya sebagai proses yang harus dilalui. Baik suka maupun duka yang menjadi bagian dari perjalanan hidup. Proses itu yang akan mendewasakan seseorang di lingkungan sosial maupun politik. Tanpa kecuali bagi seorang perempuan.
‘’Perempuan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan,’’ jelasnya.
Peran perempuan –yang kini setara dengan laki-laki—sah-sah saja menempati posisi penting bahkan sentral. Justru harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengikis diskriminasi demi mewujudkan kesetaraan gender. Apalagi, Indonesia sudah menerapkan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan perempuan.
‘’Seperti affirmative action (aksi afirmatif), kebijakan diambil dengan tujuan agar kelompok tertentu termasuk gender memperoleh peluang yang setara dalam bidang yang sama,’’ terangnya.
Perempuan dan Tantangan Kemandirian
Sulit dimungkiri bahwa perempuan di Ponorogo banyak yang menjadi pekerja migra Indonesia (PMI) di sejumlah negara. Bunda Rita memandangnya sebagai persoalan yang harus diselesaikan secara utuh dan proporsional. Ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan dan diperbaiki. Soal upah minimum kabupaten (UMK), misalnya.
‘’Ketika terjadi ketimpangan antara UMR dan gaji yang ditawarkan di luar negeri, maka gelombang PMI akan sulit dicegah,’’ tegasnya.
Bunda Rita berharap para pekerja migran ini nantinya tidak saja produktif saat bekerja di luar negeri. Namun, ketika kembali ke kampung halaman berdaya secara ekonomi. Bahkan, mampu menggerakkan perekonomian di lingkungannya hingga membuka lapangan kerja. Dengan begitu, jumlah PMI dari Ponorogo akan berkurang.
‘’Gol utama dari solusi yang sampai sekarang terus menjadi pembahasan adalah mewujudkan perempuan-perempuan Ponorogo yang berdaya dan mandiri di tempat tinggalnya sendiri,’’ paparnya.
Pun, perlu jaminan bahwa PMI yang berangkat ke luar negeri melalui jalur legal mendapat perlakuan yang baik. Mereka bekerja dengan produktif di negara rantau sembari pemerintah merumuskan solusi jangka panjang.
’’Angka ketertarikan untuk menjadi PMI lambat laun akan berkurang dengan sendirinya,’’ yakinnya.
Perempuan dan Pelestarian Reog
Siapa sangka Bunda Rita yang juga seorang sarjana hukum ini piawai menari jathilan? Bukti kecintaannya terhadap reog. Di tengah isu hangat desakan reog masuk daftar warisan budaya tak benda ke UNESCO, Bunda Rita menyerukan kaum perempuan ikut mengambil peran.
‘’Turut berpartisipasi melestarikan kesenian asli Ponorogo ini dengan terlibat langsung atau melalui pendidikan,’’ ujarnya.
Bunda Rita menilai, reog yang masuk ekstrakurikuler di sekolah adalah langkah maju. Sebuah pengakuan bahwa kesenian reog termasuk warisan budaya adi luhung yang wajib dijaga kelestariannya. Terbukti, sejumlah perguruan tinggi menjadikan reog sebagaian kegiatan ekstra kampus.
‘’Mengapa perempuan tidak mengambil bagian di dalamnya,’’ tanya balik Bunda Rita.
Perempuan dan Kartini
Perjuangan Kartini adalah semangat pembebasan dalam dunia pendidikan dan kesetaraan. Bunda Rita menyebutnya sebagai kesempatan antara perempuan dan laki-laki berkedudukan sama dalam wilayah publik.
‘’Sosok Kartini adalah pencerah dalam gulita keterbelakangan pendidikan dan kesetaraan kesempatan bagi perempuan,’’ ulasnya.
Hobi Memasak, Fotografi, dan Adventure
Di sela kesibukannya sebagai Wakil Bupati Ponorogo, Bunda Rita masih menyempatkan diri memasak untuk buah hati dan suami tercinta. Tak segan baginya menyalakan kompor di dapur demi meramu hidangan lezat bagi keluarga. Kodrat seorang perempuan tak boleh ditanggalkan. Selain memasak, Bunda Rita hobi fotografi dan adventure. Kegiatan-kegiatan yang menantang selalu menarik perhatiannya untuk mengisi waktu luang. (kominfo/dyah/hw)