KOSA kata getuk lekat dengan nama Golan. Sebuah desa di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo yang pernah menjadi sentra jajanan tradisional berbahan baku ketela itu.
Kendati tinggal menyisakan segelintir pedagang, pamor getuk Golan tak pernah pudar.
‘’Bahan ketela sengaja didatangkan dari Ngebel karena lebih pulen,’’ kata Mbah Jeminah, warga Golan yang sudah tiga dasawarsa lebih memproduksi getuk.
Perempuan sepuh itu sibuk melayani pembeli, Rabu (4/5/2022). Kebanyakan pelanggan yang datang saat Lebaran adalah pemudik karena ingin bernostalgia dengan pulennya getuk Golan.
Tekstur yang padat dengan warna putih bersih mampu menggugah selera. Apalagi, getuk Golan disajikan dengan cara berbeda.
‘’Ditambah ketan, jadah, cenil, parutan kelapa, dan gula merah,’’ jelasnya.
Mbah Jeminah mewarisi usaha getuk dari orang tuanya. Dia awalnya berjualan dari satu pasar ke pasar tradisional yang lain.
Seiring bertambahnya usia, Mbah Jeminah memilih menggelar dagangan di rumahnya. Pun, para pembeli dengan setia tetap berdatangan ke Desa Golan.
‘’Banyak yang sudah langganan,’’ ungkapnya.
Tak perlu merogoh isi kantong dalam-dalam jika ingin menikmati getuk Golan. Cukup dengan dua atau tiga lembar pecahan Rp 1.000 sudah mendapat satu bungkus getuk. Bungkusnya sengaja dipilih dari daun kelapa.
Beda harga jika pembeli menginginkan sepaket getuk, ketan, jadah, cenil dengan kemasan lebih menarik. (kominfo/fad/hw)