MEMBENTUK peraturan daerah (perda) perlu landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Tanpa kecuali, ketika Pemkab Ponorogo mengusulkan pembahasan Rancangan Perda (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) di depan rapat paripurna DPRD setempat.
Wakil Bupati Ponorogo Lisdyarita yang mewakili Bupati Ponorogo tatkala menyampaikan penjelasan mulai A hingga Z terkait pembentukan perda di depan kalangan dewan itu, Senin (10/7/2023). Secara filosofis, Perda PDRD merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip desentralisasi atau otonomi daerah khususnya di bidang kebijakan fiskal. ‘’Untuk menjaga pemasukan dan pengeluaran daerah agar tetap stabil,’’ kata Bunda Lis –sapaan Wabup Lisdyarita.

Sedangkan secara sosiologis, imbuh Bunda Lis, Perda PDRD bertujuan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan begitu, akan tercipta tatanan masyarakat dan pemerintahan yang baik (good society and good governance). ‘’Diperlukan pembiayaan yang bersumber dari PAD (pendapatan asli daerah), khususnya dari sektor PDRD,’’ jelasnya.
Menurut Bunda Lis, pembentukan Perda PDRD merupakan amanat pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Landasan yuridis lainnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ‘’Memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk meninjau kembali tarif pajak dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan investasi di daerah,’’ bebernya.

Sementara itu, pembentukan Perda PDRD juga bertujuan mengurangi beban administrative dan compliance cost (biaya yang dikeluarkan wajib pajak) melalui reklasifikasi jenis pajak. Sebab, pungutan yang berbasis konsumsi digabungkan menjadi satu jenis pajak yaitu pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). ‘’Di sini juga diberlakukan rasionalisasi retribusi daerah,’’ terang Bunda Lis.
Diungkapkan, Perda PDRD yang baru bakal memperluas basis pajak. Yakni, berupa opsen (pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu) antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten sebagai pengganti skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan. ‘’Tanpa tambahan beban, akan tetapi perluasan objek pajak ini lebih dulu melalui sinergitas,’’ ungkapnya. (kominfo/win/hw)