WORLD Health Organization (WHO) sempat mengusung tema “Keamanan Obat” dalam peringatan Hari Keselamatan Pasien Sedunia tahun lalu. Organisasi kesehatan dunia itu merilis sederet data yang mencengangkan. Di antaranya, kekeliruan pengobatan menyumbang 50 persen dari keseluruhan bahaya yang dapat dicegah dalam perawatan medis.
Bersamaan itu, satu dari 20 pasien yang datang ke fasilitas layanan kesehatan terekspos pada kekeliruan pengobatan. Fakta lainnya adalah satu dari empat pasien tersebut mengalami cedera yang parah atau mengancam jiwa. “Kekeliruan konsumsi obat atau cedera pada pasien sebenarnya kejadian yang dapat dihindari. Pahami, periksa, dan tanya sebelum memberikan atau mengonsumsi obat,” seru WHO dalam situs resminya.

Seruan pahami, periksa, dan tanya dari WHO itu berlaku bagi tenaga kesehatan maupun pasien. Para tenaga kesehatan sebelum memberikan obat perlu memahami obatnya; memeriksa apakah sudah benar pasiennya, obatnya, cara pemberiannya, dosisnya, dan waktunya; serta bertanya apakah pasien memahaminya. “Sedangkan dari pihak pasien sebelum mengonsumsi obat juga perlu memahami obatnya, memeriksa dosis dan waktunya, serta tak segan-segan bertanya kepada nakes yang merawatnya,” imbau WHO.
Menurut WHO, obat-obatan adalah intervensi terbesar yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. Namun, cedera karena pengobatan yang tidak aman menempati proporsi cedera terbesar. Selain itu, cedera akibat pengobatan tak aman juga dapat menimbulkan beban ekonomi dan psikologis. Area yang paling banyak menimbulkan kekeliruan pengobatan adalah situasi berisiko tinggi, transisi perawatan, dan polifarmasi. “Jika mampu mencegah kekeliruan pengobatan, maka dapat menghemat dana 620 triliun rupiah dari total pengeluaran kesehatan global,” tegasnya. (tim kominfo)