MASYARAKAT dan pemerintah harus bisa bahu-membahu dan bersinergi untuk bisa terus menekan angka kemiskinan. Di antaranya dengan macam-macam upaya agar berbagai program pengentasan kemiskinan dari pemerintah lebih tepat sasaran.
“Saya tiap hari keliling wilayah. Mulai dari dengan kegiatan Subuhan Bareng, Tilik Desa sampai Pengajian. Dari para pimpinan di desa-desa tersebut saya tahu bahwa jumlah warga miskin di Ponorogo ini masih lebih banyak dibanding yang mendapat bantuan PKH (Program Keluarga Harapan),” ungkap Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni saat membuka Rakor Pelaksanaan Kabupaten Ponorogo PKH 2020 di Pendopo Agung Ponorogo, Kamis (12/3/2020).

Saat ini, lanjutnya, jumlah keluarga miskin di Ponorogo mencapai 112 ribu orang atau sekitar 60 ribu sampai 70 ribu kepala keluarga (KK). Dari jumlah ini, baru 42.008 KK yang masuk dalam PKH. Karena itu sangat diperlukan sinergi antara para pendamping PKH dan Pemkab Ponorogo, dalam hal ini Dinas Sosial,Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A).
“Kita semua perlu menciptakan sinergitas. PKH perlu bahu-membahu bersama Pemkab (Ponorogo) juga para kepala desa dan camat agar data (warga kurang mampu) tidak ada yang geseh (selisih/tidak sama) antar instansi. Mengapa pendamping PKH harus bersinergi, karena pendamping PKH adalah orang yang paling tahu kondisi di lapangan (soal kemiskinan di tengah masuarakat),” ujar Bupati Ipong.
Bupati Ipong meminta pendamping PKH tidak sekadar mengurus KK yang masuk dalam PKH. Namun juga harus turut menyisir warga di sekitar yang sekiranya layak untuk memperoleh bantuan PKH. Sebab, PKH merupakan salah satu wujud intervensi Pemerintah untuk menekan angka kemiskinan.
Upaya lain yang juga ditekankan dalam pengentasan kemiskinan adalah peningkatan akses kependudukan. Sebab, untuk bisa masuk dalam PKH masyarakat harus memiliki akses kependudukan, dalam hal ini adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP, lanjut Bupati Ipong, menjadi data dasar untuk mendapatkan berbagai layanan dari pemerintah.

“Untuk itu kita berusaha mengoptimalkan hal tersebut. Saya sudah perintahkan Dinas Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil), kepala desa dan camat untuk menyisir masyarakat Ponorogo yang belum memiliki KTP. Dan hasilnya, saat ini tingal 2 ribu orang yang tidak punya KTP,” ulasnya.
Dilanjutkannya, hal ini dilakukan semata-mata untuk mengurangi angka kemiskinan. Karena, hakekat dari berdirinya negara ini adalah wellfare state atau negara kesejahteraan. Yaitu sebuah kondisi tidak ada lagi atau hanya ada sedikit orang miskin di Indonesia ini.
Ponorogo, kata Bupati Ipong, termasuk sebagia daerah yang masih cukup banyak warga miskinnya. Walau begitu, untuk ukuran di daerah Mataraman (Jawa Timur bagian Barat) Ponorogo sudah relatif lebih rendah angka kemiskinannya. Bahkan angka nya sudah melampaui target penurunan yang ditargerkan oleh Bupati Ipong.
“Kita ini sudah single digit (di bawah 10 persen), sudah bisa dicapai pada tahun 2019 yaitu 9,64 persen. Padahal target saya angka itu tercapai di 2021,” pungkas Bupati Ipong.
Kepala Dinsos P3A Kabupaten Ponorogo Supriadi menambahkan, sejak digelar pada 2007 sampai akhir 2019 jumlah keluarga peserta PKH yang sudah mengalami graduasi karena tidak miskin lagi mencapai 837 KK. Sejak awal Januari hingga saat ini mencapai 122 orang.
“Total yang sudah graduasi mencapai 959 KK. KPM (Keluarga Penerima Manfaat) PKH di Ponorogo mencapai 42.003 KK. Mereka lulus sebagai KPM PKH sebab telah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri,” jelas Supriadi. (kominfo/dist/bq-KK)