Bisnis Jamur, Tak Luntur Meski Corona Menggempur

KETIKA banyak usaha melesu akibat adanya pelambatan ekonomi karena pandemi corona, bisnis yang satu ini justru bergeming. Dua bulan terakhir ia telah terbukti teguh dan memberi pendapatan yang tetap bagi pengusahanya.

Usaha jamur tiram. Ya, usaha ini ternyata mampu bertahan ketika dampak sosial ekonomi mulai dirasakan oleh masyarakat. Permintaan jamur yang tidak hanya tumbuh di musim hujan ternyata tidak mengalami penurunan. Stabil, bahkan cenderung meningkat.

“Alhamdulillah, sejauh ini permintaan dari pembeli tidak pernah turun. Malah ada kenaikan sebenarnya,” ungkap Siti Lestari, petani jamur di Dusun Jajar, Desa Lembah, Kecamatan Babadan, Ponorogo, Jumat (24/4/2020).

Jamur tiram di kumbung milik Siti Lestari, warga Desa Lembah, Kecamatan Babadan, Ponorogo.

Dikatakannya, dengan kumbung atau rumah jamur yang hanya sekitar 15 meter persegi dan sekitar 1.600 baglog jamur, tiap hari pertanian jamur Siti bisa menghasilkan 2 kg sampai 5 kg bahan makanan yang kaya manfaat ini. Harganya juga sangat stabil, malah beberapa kali meningkat.

“Pembeli langsung atau pedagang yang datang biasanya membeli dengan harga antara Rp12 ribu sampai Rp15 ribu per kilogram. (Harga) Tidak turun meskipun ramai-ramai corona ini,” ujarnya.

Siti mengaku tidak tahu pasti mengapa bisnis ini tidak mengalami penurunan. Peminatnya justru makin banyak sehingga sering tidak bisa memenuhi permintaan. Ia menduga, manfaat jamur berwarga gading ini yang jadi penyebabnya.

Siti Lestari saat menyemprot baglognya dengan air untuk menjaga kelembapan dan suhu.

Ia menerangkan, jamur tiram kaya manfaat bagi orang yang mengonsumsinya. Mulai dari membantu meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kolesterol, membantu mencegah kanker, sebagai sumber vitamin B3, kaya antioksidan, dan meningkatkan kolagen yang membuat kulit terlihat lebih bersih serta awet muda.

Corona, lanjut Siti, hanya memberikan efek terhentinya pasokan baglog dari Trenggalek. Ini karena pemasoknya tidak bisa masuk ke Ponorogo. “Kan ada pembatasan. Ada corona,” ulas wanita lulusan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang pernah 10 tahun bekerja di Hongkong ini.

Pemanenan jamur tiram bisa dilakukan tiap hari dengan prduksi sekitar 2 kg sampai 5 kg jamur tiap harinya.

Akan tetapi, hal ini tidak membuatnya menyerah. Bersama sesama mantan PMI, ia mulai membuat baglog sendiri. Bahkan, mereka patungan untuk membuat rumah khusus untuk memproduksi baglog ini.

“Ya ini agar tidak bergantung dengan produsen baglog. Toh, kita bisa kok membuat sendiri,” ujarnya sambil berkata yakin bahwa produksi baglognya akan mendorong munculnya pengusaha jamur lain.

Ia bersyukur, sebab ternyata bisnis yang dimulai pada awal tahun 2020 ini tidak luntur meski corona menggempur. (kominfo/dist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*