Bupati Ipong Luncurkan Tiga Buku Bernuansa Khas Ponorogo

KEKAYAAN seni, budaya dan adat istiadat Ponorogo dipastikan akan lestari dan terus berkembang. Hal ini ditandai dengan hadirnya tiga buah buku bernuansa khas Ponorogo yang merupakan catatan atas khasanah budaya di Bumi Reyog.

Ketiga buku tersebut adalah Kemilau Reyog Ponorogo, Simbol dan Makna Ricikan Keris, dan Ponorogo Mantu. Buku-buku tersebut diluncurkan oleh Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni pada Selasa (16/2/2021) di Pringgitan atau Rumah Dinas Bupati Ponorogo.

“Peluncuran buku sebagia bagian mempublikasikan buku-buku yang telah disusun Pemkab Ponorogo selama tiga tahun terakhir dan baru selesai baru-baru ini. Buku-buku tersebut menyangkut masalah budaya,” ungkap Bupati Ipong usai peluncuran.

Buku pertama, Kemilau Reyog Ponorogo, merupakan kumpulan karya sketsa lukis cat air tentang penampilan kesenian reyog dalam berbagai sudut pandang. Buku ini disusun oleh Agus Tomim dan Komunitas Lukis Cat Air Indonesia (Kolcai). Buku kedua adalah Simbol dan Makna Ricikan Keris yang merupakan eksplorasi tim dari Pemkab Ponorogo dengan penulis Mpu Totok Brojodiningrat. Buku ini membahas berbagai tanda-tanda bahasa dan maknanya.

Sedangkan buku ketiga adalah Ponorogo Mantu. Buku yang ditulis oleh Sutji Hariati, seorang ahli rias pengantin di Ponorogo berisi tentang tata cara dan adat pelaksanaan pernikahan sampai busana dengan gaya Ponoragan atau khas Ponorogo. Buku ini adalah sebuah dokumen tertulis atas tata cara dan gaya busana yang sudah dibakukan oleh Himpunan Rias Pengantin Indonesia (Harpi) pada 2017 lalu setelah sebelumnya dipresentasikan dalam sebuah simulasi secara nyata dan lengkap.

“Selama ini warga kita ini selalu memakai adat Solo atau Yogya kalau menyenggarakan mantenan. Nah, kemudian saya bersama bu Sutji dan almarhum Pak Dodi berusaha menggali adat istiadat mantenan Ponorogo. Lalu kita kumpulkan informasinya dan 2017 dibakukan,” ujar Bupati Ipong.

Kebetulan, kata Bupati Ipong, tidak lama kemudian ia menikahkan putrinya. Sehingga ia sekeluarga bersedia menjadi contoh dengan melaksanakan adat Ponoragan yang dibakukan ini dalam penyelenggaraan pernikahannya.

“Harapannya, dengan adanya buku-buku ini, kita semua bisa terus menjadi pelestari dan pengembang budaya luhur Ponorogo,” pungkasnya.

Buku-buku yang dicetak terbatas ini rencananya belum akan dijual bebas namun akan didistribusikan ke perpustakaan-perpustakaan sekolah di Ponorogo; pegiat seni budaya dan pelaku adat pernikahan; serta dikirim ke kedutaan besar Indonesia di seluruh dunia.

“Agar warga kita di luar negeri lebih mengenal reyog, lebih mengenal keris dan lebih mengenal adat pernikahan Ponoragan,” tutup Bupati Ipong. (kominfo/dist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*