Rembuk Agung-Finishing Naskah Akademik, Langkah Reyog Menuju Warisan Budaya Hidup UNESCO

REYOG sebagai seni tradisi Ponorogo meneruskan langkahnya untuk diakui sebagai Warisan Budaya Hidup (WBH) atau Living Cultural Heritage oleh UNESCO. Rembuk Agung dari komunitas reyog dan finishing naskah akademik menjadi langkah penting untuk memantapkan langkah menuju pengakuan ini.

“Kita sudah melakukan seminar, FGD sampai riset sudah kita lakukan sejak mulai dilakukan pengusulan pada September lalu. Saat ini sudah hadir tim fasilitator dari UNESCO untuk bisa memberi arahan dan merumuskan naskah akademik untuk reyog ini,” ungkap Kang Bupati Sugiri Sancoko usai memberikan arahan pada pertemuan komunitas reyog Ponorogo, Tim Kemdikbud Ri dan Tim Fasilitator UNESCO di Aula Bappeda Litbang Kabupaten Ponorogo, Rabu (22/12/2021).

Tim dari Kemdikbud dan UNESCO saat memberikan paparan kepada komunitas dalam rangka penyusunan naskah akademik reyog di Aula Bappeda Litbang, Rabu (22/12/2021).

Dikatakan Kang Bupati Sugiri, pengusulan reyog dan pengisian formulir untuk dipaparkan di markas UNESCO di Paris tinggal selangkah lagi. Tenggatnya Maret 2022 mendatang. Untuk itu diperlukan pematangan berbagai materi dalam naskah akademik. Mulai sisi kesenian, pengaruh sosial, pengaruh ekonomi, hingga bahan baku dalam seni tradisi reyog itu sendiri.

Bupati Sugiri sdaat memberikan arahah pada pertemuan tim dari Kemdikbud RI, tim UNESCo dan komunitas reyog di Aula Bappeda Litbang, Rabu (22/12/2021).

“Kita kerja keras untuk bisa meyakinkan UNESCO. Ya Bismillah, kita berharap agar kesenian ciptaan nenek buyut kita warga Ponorogo diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage atau disebut juga Living Cultural Heritage/Warisan Budaya Hidup (WBH)),” ungkap Kang Bupati Sugiri.

Fasilitator ICH UNESCO Untuk Wilayah Asia-Pasifik Harry Waluyo mengatakan, sejauh pengusulan dan pengisian formulir untuk masuk dalam daftar WBH ini bisa meyakinkan UNESCO maka peluangnya lolos makin besar. Menurutnya, sejumlah persoalan reyog terhadap kelestarian lingkungan seperti pada pemakaian bulu merak bisa diatasi oleh para pegiat reyog.

Fasilitator ICH UNESCO Asia Pasifik Harry Waluyo saat memberikan paparan dan arahan kepada para peserta pertemuan.

“Reyog memiliki banyak pesaing. Ada rendang, tempe, jamu dan lain sebagainya. Oleh karena itu mari kita bersaing secara fair, jangan ada celah untuk menurunkan daya saing reyog ini,” ulasnya.

Kabid Kebudayaan Disbudparpora Kabupaten Ponorogo Yudha Slamet Sarwo Edi menambahkan, dari pertemuan yang dilaksanakan, para pegiat reyog telah sepakat untuk segera mengelar rembuk agung reyog. Para komunitas sebagai kunci dari keberadaan reyog akan berkumpul untuk membahas berbagai hal terkait pengusulan ini.

Suguhan reyog obyog yang ditampilan salah satu grup reyog di depan tim Kemdikbud dan fasilitator dari UNESCO

“Sebab komunitas reyog sebagai pelaku inilah yang harus bersatu padu menyatukan langkah dan
mempertajam paparan reyog dari berbagai sisi. Mulai dari sisi seni tradisi, sisi budaya, sisi sosial hingga sisi perekonomian masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup,” ungkap Yudha. (kominfo/dist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*