ANDAI kadar sadar wisata setinggi masyarakat di Bali dan Jogja. Padahal, Ponorogo memiliki beragam potensi dan kearifan lokal sebagai daya tarik desa wisata. Mulai keindahan alam, aktivitas pertanian, kerajinan dan kelompok reog, serta beragam aktivitas masyarakat dalam berinteraksi sosial.
‘’Desa wisata akan sulit berkembang tanpa adanya peran aktif masyarakat,’’ kata Oki Widyanarko, kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata di Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Ponorogo, Kamis (14/4/2022).
Dia tunjuk bukti 76 desa di Ponorogo yang pernah mengajukan program menjadi desa wisata. Namun, belum satupun yang menangguk sukses. Oki menyebutnya baru masuk tahap embrio. Pemahaman salah kaprah tentang desa wisata juga ikut menjadi faktor penghambat.
‘’Beranggapan kalau desa wisata itu harus punya destinasi ini atau itu. Yang dijual sebenarnya bisa keseharian masyarakat desa ketika bekerja di sawah, memasak makanan khas, atau aktivitas lain yang membentuk kenangan berkesan,” jelasnya.
Menurut Oki, upaya pemerintah mendorong desa wisata bakal sia-sia tanpa adanya keasadaran masyarakat setempat sebagai pelaku utama. Inti aktivitas desa wisata sejatinya mengedepankan partisipasi masyarakat yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan. Pun, kelestarian lingkungan, kehidupan sosial, dan budaya tetap harus terjaga.
‘’Belum terbentuknya pokdarwis (kelompok sadar wisata) juga menjadi kendala tersendiri,’’ ungkapnya.
Disparpora tidak patah arang. Membersamai tahun pemulihan perekonomian pasca pandemi sekarang ini, bakal digelar rakor desa wisata. Dipilih tiga desa wisata yang akan mendapat pendampingan dari tenaga ahli fokus ke tata kelola.
‘’Problem terbesar yang dihadapi desa selama ini di pengelolaan. Tiga desa yang mendapat pendampingan itu akan menjadi percontohan,’’ ungkap Oki. (kominfo/dyah/hw)