Tombak, Angkin, dan Payung Pusaka Ponorogo Siap Dikirab, Keris Kodok Ngorek Masih Dicari

PENAMPAKAN tiga pusaka Ponorogo selalu ditunggu-tunggu setiap kali 1 Muharram tiba.

Tombak Kyai Tunggul Naga, Angkin Cinde Puspita, dan Payung Kyai Tunggul Wulung lebih dulu dibedol dari Pringgitan (rumah dinas bupati Ponorogo) untuk diinapkan di makam Batoro Katong (kawasan Kota Lama) pada malam Tahun Baru Islam itu.

Tombak, angkin, dan payung pusaka tersebut sudah dijamas sebelum dibedol dan dikirab kembali ke Pringgitan.

Menurut Budayawan Sunarso, ada satu lagi pusaka Ponorogo berbentuk keris yang bernama Kyai Kodok Ngorek. Namun, keberadaan keris pusaka itu tidak diketahui rimbanya.

Mengacu literasi sejarah, Keris Kyai Kodok Ngorel masih ada di masa Tumenggung Tjokronegoro II.

‘’Tertulis di buku sejarah yang ada di Keraton Surakarta,’’ kata Suarrso kepada Ponorogo.go.id.

Tersimpan rapi, tiga pusaka peninggalan leluhur Kabupaten Ponorogo berada di ruang tamu rumah dinas Bupati.

Dia mengungkapkan, tiga pusaka yang tersisa memiliki histori berbeda.

Payung Kyai Tunggul Wulung sepanjang sekitar 3 meter dan Tombak Kyai Tunggul Naga yang panjangnya sekitar 2,75 meter dengan bilah 30 centimeter berasal dari zaman Majapahit.

Prabu Brawijaya V mengutus Joyodrono dan Joyodipo, dua pengikutnya, membawa dua pusaka itu ketika

berperang.
‘’Pesan dari Prabu Brawijaya, kalau ada yang mengenali dua pusaka itu berarti keturunannya.

Raden Batoro Katong mengenali Payung Kyai Tunggul Wulung dan Tombak Kyai Tunggul Naga, tidak ada alasan bagi Joyodrono dan Joyodipo untuk tidak memberikannya,’’ jelas Sunarso.

Masih kata dia, Tombak Kyai Tunggul Naga ditakuti saat Batoro Katong berperang melawan Ki Ageng Kutu.

Bersamaan Patih Seloaji mengacungkan tombak itu membuat lawan kocar-kacir.

Kuda yang ditunggangi Ki Ageng Kutu dan pasukannya ketakutan hingga berbalik arah. Padahal, jumlah pasukan tidak berimbang.

‘’Peristiwa itu dikenal masyarakat sebagai hari nahas Ponorogo, yaitu pada Jumat Wage,’’ ungkapnya.

Sedangkan Angkin Cinde Puspita itu adalah kain centing milik Raden Batoro Katong dengan panjang sekitar tiga meter.

Karena angkin itu pernah dikenakan pendiri Kabupaten Ponorogo, maka dijadikan pusaka dan dirawat sampai sekarang.

‘’Ketiga pusaka itu tersimpan rapi di Pringgitan,’’ pungkasnya. (kominfo/win/hw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*