PERANG menghadapi stunting di Ponorogo berlangsung masif. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PP dan KB) setempat mengerahkan sekitar 751 tim pendamping keluarga (TPK) yang balitanya mengalami kondisi gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi itu.
‘’Tim pendamping merupakan garda terdepan dalam penanganan stunting,’’ kata Kepala Dinas PP dan KB Ponorogo Harjono.
Menurut dia, TPK bertugas mendatangi langsung rumah keluarga yang memiliki anak balita (bawah lima tahun) yang berisiko stunting. Ratusan anggota TPK itu juga melakukan meverifikasi dan mevalidasi data keluarga berisiko stunting.
‘’Tak ketinggalan melakukan KIE (komunikasi, informasi, edukasi). Dengan percepatan penurunan stunting bisa dilakukan,’’ terangnya.
Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan prevalensi stunting di Ponorogo pada kisaran 20 persen. Butuh komitmen semua pihak menekan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan itu.
Masih kata Harjono, Pemerintah Pusat mematok target penurunan angka stunting sebesar 14 persen secara nasional. Tak urung, bidan desa, anggota PKK, dan kader KB ikut dikerahkan menekan angka stunting.
Tanpa kecuali, seluruh lapisan masyarakat karena buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab.
‘’Angka stunting di Ponorogo sebenarnya lebih rendah dari Jawa Timur yang berada di prevalensi 23,5 persen. Pemkab Ponorogo menambah locus penanganan stunting dari 15 menjadi 25 desa atau kelurahan,’’ ungkap Harjono. (kominfo/fad/hw)